Cerita Singkat
Tulisan ini dibuat setelah berdiskusi dengan salah satu pimpinan
level manager di perusahaan kelapa sawit di Kalimantan. Walaupun Beliau
bekerja diperusahaan selalu prihatin dengan eksistensi masyarakat adat dan
lingkungan setempat. Bukti kepeduliannya adalah membangun rumah baca dan
melakukan bimbingan belajar siswa SD-SMA.
Selain itu, mengajarkan anak-anak cara beriwirausaha. Sekarang anak-anak
yang diajarkannya sudah bisa membuat kripik singkong, dan hasilnya dipasarkan
di koperasi sekolah. Keuntungan yang didapatnya, mereka membeli buku bacaan,
membayar uang sekolah dan perlengkapan lainnya, sehingga mereka tidak selalu
membebankan orang tuanya. Selain anak-anak, Beliau mengajarkan ibu-ibu rumah
tangga untuk membangun ekonomi produktif. Mereka sudah mulai membuat kripik
dari batang singkong dan batang pisang. Awalnya Beliau melihat potensi
singkong sangat melimpah, dan masyarakat selalu tergantung pada nasi sehingga
singkong terbuang begitu saja. Dengan melihat potensi tersebut, Beliau
mengajak mereka berdiskusi, menurutnya; untuk ternak babi membutuhkan
beribu-ribu singkong, kemudian ketika babi dijual mendapatkan keuntungan
dibawah kisaran belasan juta. Jika satu batang singkong diolah menjadi kripik
maka bisa menghasilkan belasan bungkus, kalau dijual dapat keuntungan puluhan
ribu.
Dari ratusan singkong saja, sudah dapat jutaan rupiah. Dengan
penjelasannya secara langsung membuka mindset ibu-ibu tersebut, kemudian
mereka meminta dia mengajarkan cara membuat kripik. Dengan bermodalkan buku
panduan, dia mengajarkannya tahap demi tahap cara pembuatan kripik. Hanya
butuh waktu sehari saja, mereka sudah bisa membuat kripik singkong. Melalui
pendekatan dan bimbingan yang intens mereka berhasil membangun toko ekonomi produktif.
Sekarang banyak yang bergelut dibidang ekonomi produktif, karena jika di
kalkulasi keuntungannya sangat menjanjikan dibanding bisnis ternak babi.
Perusahaan
apapun dapat memberikan manfaat positif dan negatif. Kalau dilihat dari
positifnya; taraf hidup masyarakat semakin baik, infrastruktur dasar
dibangun, membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat lokal, pertumbuhan
ekonomi maju, menambah PAD, dan lain-lain. Jika dilihat dari sisi negatif,
terjadi akulturasi budaya sehingga budaya lokal terdegradasi, lingkungan
ekosistem rusak akibat penggusuran hutan, penyakit sosial tumbuh subur
seperti; membuka lokalisasi, tempat karoke/diskotik, narkoba dan sebagainya,
sehingga lama-kelamaan penduduk asli musnah tertelan musibah pengaruh
modernisasi.
Dampak Perusahaan Logging, Kelapa Sawit, Dan Pertambangan
Perusahaan
yang hadir di Kalimantan, secara umum telah menghancurkan ekosistem
lingkungan hidup dan eksistensi masyarakat lokal, seperti yang selalu
diberitakan diberbagai media. Awalnya perusahaan masuk dengan logging,
kemudian masyarakat antusias mengambil kayu dan jaul ke perusahaan dengan
harga yang murah, lama kelamaan disusup dengan perkebunan kelapa sawit, dan
selanjutnya membuka tambang. Awalnya masyarakat di Kalimantan menunjung
tinggi nilai-nilai adat-istiadat, ketergantungan mereka terhadap alam sangat
tinggi.
Disungai
terdapat ikan, dihutan terdapat beraneka burung-burung, babi hutan, dan
binatang yang dilindungi, terdapat juga tumbuh-tumbuhan yang diambil untuk
dikonsumsi langsung tetapi ketika perusahaan masuk, masyarakat asli
Kalimantan terancam eksistensinya. Tanah pertanian masyarakat dialih
fungsikan untuk perusahaan, masyarakat yang dulunya tergantung pada alam
sekarang tergantung pada perusahaan. Secara perlahan-lahan dibuka lokalisasi,
tempat karoke/diskotik, bar, penjualan narkoba dan sebagainya. Banyak
generasi muda yang terjangkit virus HIV/AIDS dan tergantung pada miras dan
narkoba. Generasi muda asli setempat, dari umur SD sudah terjerumus ke
minuman keras, narkoba dan seksualitas bebas. Jika dilihat dari eksistensi
perempuan, tingkat pendidikan perempuan lebih tinggi pada tingkat SMA, itupun
hanya sedikit karena lebih banyak perempuan hamil diusia remaja.
Kemudian
ketika kedapatan berpacaran, masyarakat lokal lansung menikahkan mereka,
sehingga eksistensi perempuan tidak berkembang. Dengan demikian, melalui cara
ini, secara tidak langsung membunuh karakter dan pola pikir masyarakat asli
setempat.
Secara
umum tanah hak ulayat di beli oleh perusahaan. Sekarang dikenal dua jenis hak
tanah, yaitu lahan inti dan lahan mitra, lahan inti adalah lahan milik
perusahaan yang sudah dibeli dari masyarakat, diareal ini masyarakat pribumi
dilarang untuk masuk. Lahan mitra adalah lahan yang disewakan kepada
perusahaan, setiap bulan perusahaan membayar masyarakat melalui salah suatu
wadah (badan hukum) yang bentuk masyarakat adat setempat. Uang didapatkan
lebih banyak dipakai berpoya-poya karena sudah tersedia segala bentuk hiburan
malam, aneka narkoba dan minuman beralkohol.
Dulunya
masyarakat hidup berpindah-pindah dengan cara bercocok tanam, sekarang lahan
mereka sempit sehingga tidak bisa pindah-pindah. Malah perusahaan relokasi
masyarakat ketempat lain, padahal tempat yang dimasuki perusahaan adalah
tempat dimana secara turun-temurun mereka hidup.
Dampak
dari perkebunan kepala sawit adalah sumber mata air sudah hilang, tanah
tandus, degradasi hutan, binatang lindung terancam punah. Sehingga masyarakat
rata-rata membeli air galon dari perusahaan air minum, dan membeli sayur dari
perusahaan yang didatangkan dari Sulawesi. Kemudian beberapa kasus terkait
penyiksaan dan pemusnaan orangutan karena perusahaan menganggap sebagai hama
kelapa sawit. Menurut penelitian LSM peduli lingkungan bahwa jumlah orangutan
di Kalimantan tinggal sedikit.
Ketika perusahaan
mau masuk, mereka pintar sekali untuk memutarbalikan semuanya. Mereka dengan
mudah mengeksploitasi dan eksplorasi kelemahan masyarakat lokal. Misalnya,
membuat masyarakat perang saudara (adu domba) sehingga terpecah belah,
kemudian dimanfaatkan oleh perusahaan untuk masuk. Ada beberapa tempat
perusahaan kelapa sawit, mereka menjanjikan bagi hasil 30% untuk masyarakat
setempat dan 70% perusahaan. Kemudian mereka menjanjikan setelah 30 tahun
lewat, semua akan diserahkan kepada masyarakat, tetapi itu hanya membodohi
masyarakat karena masa produktif kelapa sawit maksimal 25 tahun. Sekarang
daerah yang tidak produktif dialih fungsikan atau dijual ke perusahaan
pertambangan.
Perkebunan
kelapa sawit ditebang habis dan dilakukan eksplorasi dan eksploitasi tambang
besar-besaran. Limbah tambang yang masuk ke sungai secara langsung memusnakan
biota yang ada. Dulunya masyarakat mencari ikan di sungai, sekarang sungai
tidak ada isinya, bahkan masyarakat harus berjalan puluhan kilometer untuk
mendapatkan ikan. Tanah semua tandus, sekarang tidak bisa menanam apapun,
hanya tumbuh semak-semak. Jika dilihat dari udara, banyak kolam-kolam bekas
pengeboran berjejeran, kolam tersebut tidak ada isinya. Hewan dan
tumbuh-tumbuhan tidak dapat hidup di kolam tersebut karena terkena lembah
tambang. Contoh: Perusahaan PT. Kaltim Prima Coal, sepuluh
meter dari badan jalan telah bor ratusan meter ke dalam tanah untuk
kepentingan eksplorasi dan eksploitasi mineral. Tempat yang dibor tidak
ditutup sehingga menjadi kolam-kolam besar.
Yang
menjadi kekuatan masyarakat lokal sekarang adalah mereka masih menegakan
hukum adat. Dibeberapa daerah wilayah perusahaan, hukum formal tidak berlaku.
Perusahaan juga masih tunduk pada hukum adat setempat. Misalnya hasil bumi
dari masyarakat wajib harus dibeli oleh perusahaan, entah baik atau tidak.
Jika tidak dibeli, masyarakat mengancam perusahaan.
Peran
tokoh masyarakat sangat penting, terutama kepala adat dan kepala desa.
Misalnya, semua tanah yang dijual ke perusahaan harus atas keputusan kepala
adat, setelah melalui proses muswarah dan mufakat. Peran kepala desa sangat
penting terhadap masyarakat setempat, tetapi lebih banyak pro dengan
perusahaan. Jika dilihat dari taraf hidupnya, kepala desa lebih baik
dibanding yang lain.
Pada
kenyataannya pemerintah daerah dan penegak hukum selalu pro dengan
perusahaan, ketika masyarakat menuntut haknya, mereka gampang sekali
memutarbalikan masyarakat dengan dalil-dali hukum formal. Misalnya masyarakat
memprotes perusahaan, mereka selalu berhadapan dengan TNI/POLRI yang adalah
bayaran pihak perusahaan. Di salah satu tempat, perusahaan bekerja sama
dengan pemerintah daerah merelokasi sepuluh kampung. Padahal lokasi yang
masyarakat tempati adalah tempat dimana secara turun temurun mereka tempati.
Kemudian secara perlahan-lahan masyarakat tersebut dipindahkan lagi ketempat
lain, sampai mereka semakin terpinggir. Memang sangat ironis, bagaimana
pemerintah daerah mau pro masyarakat, sedangkan mereka sendiri adalah pelaku
kapitalismenya.
Dampak
positif bagi masyarakat setempat adalah terbukanya lapangan pekerjaan, tetapi
pada kenyataannya orang-orang asli Kalimantan rata-rata tidak menempati
posisi-posisi strategis atau pengambil kebijakan, paling tinggi pada tingkat
mandor. Kalaupun ada, mereka yang punya loyalitas tinggi pada perusahaan
(mereka yang tidak pro dengan masyarakat). Dimana-mana pemimpin perusahaan
dari level middle manager keatas didominasi orang luar. Dengan sengaja
perusahaan tidak konsen terhadap pendidikan dan kesehatan masyarakat lokal.
Ini semua sengaja dibuat agar masyarakat lokal tidak berdaya secara
pengetahuan dan tidak menempati posisi-posisi strategis.
Masa depan
masyarakat adat Kalimantan sedang diambang kepunahan, mereka tidak dapat
menatap masa depan yang lebih cerah lagi karena seluruh tanahnya sudah beli
perusahaan. Sedikit tanah yang dimiliki terkena dampak eksploitasi dan
eksploitasi lingkungan. Tanah yang ada tidak bisa ditanami tumbuh-tumbuhan,
segala binatang yang ada, baik yang di air dan darat habis tertelan limbah
dan penggusuran hutan. Lebih parah lagi, masyarakat terjangkit penyakit
sosial, seperti; narkoba, miras, musibah HIV/AIDS akibat pembukaan
lokalisasi. Ini semua sengaja dipelihara kaum kapitalis untuk membunuh
eksistensi masyarakat adat setempat. Betapa kejinya pemerintah dan perusahaan
yang haus akan kekayaan alam negri Borneo ini.
Sekarang ada perhatian pemerintah daerah melalui
peraturan pemerintah tentang sistem tebang pilih pohon ( pohon yang layak
mencapai diameter tertentu). Jika tebang 1000 maka tanam 2-3 lipat dari yang
ditebang. Kemudian sedikit perhatian yang dilakukan perusahaan adalah melalui
program Corporate social
responsibility (CSR).
Misalnya perusahaan sudah mulai membangun rumah
belajar dan klinik dikampung-kampung, memberikan beasiswa kepada putra-putri
lokal, membangun rumah warga, dan mendukung ekonomi produktif masyarakat
lokal. Masyarakat lokal semakin sadar akan pentingnya lingkungan hidup,
sehingga beberapa badan usaha milik desa membangun tempat wisata di hutan
alami. Kemudian mereka mulai melarang penjualan narkoba dan miras. Yang
kedapatan melanggar peraturan langsung diberi sangsi adat. Hukum adat
berjalan dengan baik karena masyarakat lebih takut hukum adat dibanding hukum
formal. Mereka lebih takut kepala adat dibanding polisi, karena mereka tidak
menerapkan hukum formal, kecuali berhadapan dengan perusahaan.
Dimana-mana
perusahaan kelapa sawit dan perusahaan pertambangan lebih banyak merugikan
pemilik hak ulayat dan masyarakat asli setempat. Apa yang dialami masyarakat
adat di Kalimantan, kami masyarakat Papua pun demikian, bahkan di Papua lebih
kejam dari pada Kalimantan. Sehingga segala perusahaan besar yang akan masuk
di Papua harus dipikirkan secara matang oleh semua elemen masyarakat. Biarlah
yang terjadi menjadi pelajaran berharga untuk menatap masa depan yang lebih
baik. ( M.N.N/Komnews)
|
Kebanyakan penulis menampal fikiran-fikiran mereka yang tidak karuan dengan bahan tampalan daripada kamus.
Selasa, 11 Maret 2014
DAMPAK PERUSAHAAN LOGGING, KELAPA SAWIT, DAN PERTAMBANGAN TERHADAP EKSISTENSI MASYARAKAT ADAT DI KALIMANTAN
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar