Jumat, 17 Februari 2017

REFLEKSI SATU TAHUN MASA KEPEMIMPINAN BUPATI KABUPATEN PEGUNUNGAN BINTANG

REFLEKSI SATU TAHUN MASA KEPEMIMPINAN BUPATI DAN WAKIL BUPATI KABUPATEN PEGUNUNGAN BINTANG PERIODE 2015-2020 KHUSUS PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA

(Mau Di Bawa Kemana SDM Kabupaten Pegunungan Bintang)

Saya lahir dan dibesarkan di Pegunungan Bintang dan saya adalah orang asli Aplim Apom. Telah merasakan menjadi orang Pegunungan Bintang, dan merasa memiliki kota ini. Sebagai kaum muda yang peduli pada kota ini, saya merasa terpanggil untuk menulis sebuah catatan.

Catatan ini sebagai bentuk dukungan moril saya pada kepemimpinan Bupati dan Wakil bupati yang telah dilantik sejak 17 Pebruari 2016 silam berarti sudah 1 tahun. Pada bagian pertama dari catatan ini adalah terkait sektor pendidikan. Bagaimana kebijakan kongkrit Bupati dalam peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM), salah satunya perhatian terhadap mahasiswa-mahasiswi asal Pegunungan Bintang yang sedang mengenyam studi di berbagai kota baik di Papua maupun luar Papua. 

Tekad dan Komitmen Bupati
Bupati kabupaten pegunungan bintang, dengan mengusung tema “ Gerakan perubahan” sudah tepat untuk ingin mengubah Pegunungan Bintang tetapi kenyataan di lapangan tidak sesuai dengan tema tersebut. Banyak orang kecewa termasuk para PNS yang bekerja di seluruh SKPD kabupaten Pegunungan Bintang. Beberapa kesempatan Bupati membeberkan sejumlah perkataan dan perbuatan yang sudah mengecewakan semua kalangan. Salah satunya adalah pada saat pertemuan dengan perwakilan mahasiswa, Bupati menyatakan bahwa “ orang nomor satu di bumi Aplim Apom adalah saya dan di atas saya adalah Tuhan Allah” (baca, pertemuan perwakilan mahasiswa dan Pemda di ruang pertemuan Bupati, 14 April 2016). Juga dalam beberapa media maupun kesempatan yang sama katanya “Secara khusus kepada anak-anak muda di sekolah, di kampus, di jalanan, di terminal, di rumah, ketahuilah bahwa manusia dan bangsa-bangsa hanya dapat dibentuk selagi muda. Mereka tidak dapat diperbaiki lagi sesudah menjadi tua. Jadilah pelopor, bukan pengekor! Pemuda hendaknya tampil sebagai agen perubahan, minimal untuk pribadi Anda. Itu adalah tantangan Anda dan kita bersama untuk membangun kabupaten ini (Pegunungan Bintang) dan secara umum Papua.” 
Dari kutipan pernyataan di atas, saya melihat paling tidak bupati ingin menyampaikan beberapa hal, pertama; saya (Costan Oktemka) menjadi Bupati Pegunungan Bintang bukan untuk mencari harta kekayaan (secara tidak langsung berikan pernyataan tegas bahwa tidak akan melakukan tindakan korupsi), kedua; Papua, secara khusus Pegunungan Bintang dapat dibangun oleh orang-orang muda (baca: pemuda dan mahasiswa) yang memiliki SDM yang handal, ketiga; pemuda  dan mahasiswa dimanapun berada harus belajar dengan sungguh-sungguh, agar kedepannya dapat berpartisipasi dalam membangun Pegunungan Bintang, keempat; dengan belajar sungguh-sungguh, pemuda dan mahasiswa tentu mampu menjawab tantangan untuk Papua, dan Pegunungan Bintang secara khusus dikemudian harinya.
Saya kira sebuah pernyataan yang sangat baik, dan patut diacungkan jempol. Paling tidak bupati Pegunungan Bintang sudah menunjukan kemauan besar komitmen, tekad, serta kesungguhannya dalam membangun Pegunungan Bintang khususnya meningkatkan kecerdasan atau memajukan kualitas SDM masyarakat Pegunungan Bintang, khususnya lagi bagi pemuda dan mahasiswa.  
Dalam program pembangunan lima tahun ke depan Kabupaten Pegunungan Bintang, sektor pendidikan mendapat perhatian yang cukup. Pada berbagai media massa bupati Pegunungan Bintang menyatakan hal itu. Juga komitmen dirinya dalam peningkatan SDM masyarakat Pegunungan Bintang. Memang harus demikian, bahwa pendidikan perlu mendapat perhatian yang ekstra serius, karena ia tentu akan ikut mencerdaskan kehidupan bangsa, juga masyarakat Pegunungan Bintang. 

Kontras dengan Pernyataan
Tetapi, bagaimana jika pernyataan bupati Pegunungan Bintang di media, juga dalam berbagai pertemuan kontras dengan realitas di lapangan. Apakah seorang bupati telah berbohong? Humbar janji? Atau justru membangun opini publik agar ia dianggap peduli, dan juga memperhatikan sektor pendidikan? Kita akan lihat sama-sama apa yang kontras, dan sudah harus menjadi perhatian Bupati secepat mungkin.
Saya akan menunjukan beberapa fakta yang tentu dapat mengantarkan kita untuk pertanyakan komitmen dan tekad Bupati Pegunungan Bintang khususnya dalam sektor pendidikan, dan komitmennya dalam memajukan SDM Pegunungan Bintang, khususnya lagi perhatian Bupati untuk pemuda dan mahasiswa asal Pegunungan Bintang di berbagai kota studi. 
Hampir semua Bupati baik definitiv maupun karateker di wilayah Papua Tengah seperti Paniai, Dogiyai, Deiyai, dan Intan Jaya, puncak Jaya, Yahukimo, dll telah menunjukan tekad dan komitmen mereka dalam meningkat kualitas SDM. Mereka juga secara serius memperhatikan, dan juga memenuhi kebutuhan mahasiswa-mahasiswi mereka diberbagai kota studi termasuk di pulau Jawa, Bali, Sulawesi, Kalimantan dan Sumatera. Kebijakan setiap kepala daerah tersebut benar-benar menjawab kebutuhan pendidikan untuk daerah, juga untuk pemuda dan mahasiswa mereka.
Komitmen keenam kepala daerah (baca: Bupati) di daerah-daerah tersebut di atas sudah terbukti,  ketika mereka mengirim team (baik dari pemerintah, juga legislatif) untuk mengunjungi seiap mahasiswa. Tujuan utama adalah memberikan dana akhir studi bagi mahasiswa semester akhir, mengurusi pemondokan (asrama mahasiswa atau kontrakan) serta memberikan dana pengembangan organisasi. 
Salah satu contoh adalah Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Intan Jaya. Bupati Maximus Zonggonau bersama ketua DPRD, Manfred Sondegau, juga anggota DPRD yang membidangi pendidikan, kepala bagian kesejahteraan sosial, beserta bendahara daerah telah mengunjungi mahasiswa mereka di hampir semua daerah, juga termasuk di Jawa dan Bali. Mereka berhasil mendata nama-nama seluruh mahasiswa. Dan sekembalinya dari pendataan, biaya pemondokan, juga biaya pendidikan kepada tiap mahasiswa telah dikirimkan melalui nomor rekening. Cara ini dianggap cukup berhasil, walaupun kabar yang saya dapat, hanya baru 30% yang terealisasikan.
Pemda Dogiyai, Deiyai, yahukimo, puncak jaya dan Paniai juga melakukan cara yang sama. Telah mendatangi, melihat, serta langsung memenuhi kebutuhan tiap mahasiswa di setiap wilayah. Dengan kunjungan seperti itu, paling tidak mahasiswa telah merasakan benar-benar diperhatikan oleh Bupati, juga secara umum oleh Pemda. Tanggung jawab pemerintah daerah memang benar-benar harus di wujud nyatakan dengan tindakan kongkrit. Sebab, pemuda dan mahasiswa merupakan tulang punggung kemajuan sebuah daerah, yang tentu harus mendapatkan perhatian dan pembinaan. 

Bagaimana Dengan Pegunungan Bintang?
Nah, sekarang bagaimana dengan Kabupaten Pegunungan Bintang? Apakah bupati Pegunungan Bintang melakukan kebijakan yang sama dengan cara yang dilakukan beberapa Bupati yang telah disebutkan di atas? Atau juga ikut berpartisipasi dalam mendukung peningkatan kualitas SDM untuk kaum pemuda dan mahasiswa asal Kabupaten Pegunungan Bintang di setiap wilayah Indonesia? Jawabannya, sampai saat ini tidak ada dana pendidikan yang sampai pada mahasiswa bahkan dengar kabar terakhir bahwa anggaran pendidikan yang kelihatan sebanyak 16 milyar di bagi dua yaitu, 10 milyar akan dialihkan ke 277 desa di Pegunungan Bintang, dan 6 milyar di peruntukan untuk mahasiswa yang mempunyai nilai akademisnya baik. Diperparah lagi dengan kebijakan Bupati Pegunungan Bintang bahwa seluruh mahasiswa Pegunungan Bintang di seluruh Indonesia kembalikan kepada orang tua. Sementara Kabupaten Pegunungan Bintang baru berumur 14 tahun, dengan ini secara umum Kabupaten Pegunungan Bintang masih jauh tertinggal dan terendah di semua aspek termasuk penyiapan SDM.
Pertanyaannya, kemana larinya anggaran pendidikan dari semua sumber yang ada? Kabarnya, hingga genap satu tahun masa kepemimpinan Bupati Kabupaten Pegunungan Bintang ini tak nampak. Hampir semua mahasiswa asal Pegunungan Bintang baik yang berada di Papua juga di Jawa dan Bali terus mempertanyakan anggaran pendidikan tersebut, khususnya alokasi untuk pendidikan. Juga menagih “sebuah janji” terkait komitmen dan tekad dalam meningkatkan SDM masyarakat Pegunungan Bintang yang telah digembar-gemborkan Bupati Pegunungan Bintang saat ini. 
Padahal, kalau mau diamati lebih lanjut, Kabupaten Pegunungan Bintang adalah satu angkatan dengan Intan Jaya, Dogiyai, dan juga Deiyai. Pegunungan Bintang mendapat porsi anggaran yang lebih besar di seluruh kabupaten kota di propinsi papua. Termasuk dana untuk peningkatan SDM di sektor pendidikan.
Ini tentu menjadi pertanyaan besar untuk Bupati Pegunungan Bintang? Kenapa bisa demikian? Apakah memang dana pendidikan Pegunungan Bintang tidak  ada? Atau telah dialokasikan tetapi tidak tepat pada sasaran? Atau telah dialokasikan, tetapi disalurkan dengan bentuk dan cara yang berbeda? Saya sendiri tak mau menduga secara asal-asalan. Tetapi paling tidak Bupati harus memberikan penjelasan, juga pernyataan terkait hal ini. Hanya seorang Bupati yang bisa menjelaskan semuanya, apalagi saat ini Bupati memiliki kewenangan (kekuasaan) tertinggi melebihi kewenangan kepala dinas pendidikan sekalipun.
Kondisi mahasiswa asal Pegunungan Bintang di berbagai kota studi baik di Papua maupun Jawa dan Bali saat ini seperti anak ayam kehilangan induk. Bingung kepada siapa harus berharap, juga kepada siapa harus bertanya. Bahkan yang lebih miris lagi, hampir semua mahasiswa asal Pegunungan Bintang menumpang tinggal di setiap kontrakan atau asrama dari pemda Paniai, Dogiyai, Deiya, atau  Intan Jaya. Tentu ini sebuah fakta yang sangat menggenaskan.

Anggaran Pendidikan
Dari salah satu sumber terpercaya menyatakan bahwa jumlah dana pendidikan yang telah dianggarkan untuk Pegunungan Bintang di tahun 2017 adalah 16 milyar. Ini tentu tidak mengherankan, sebab misalkan Kabupaten Dogiyai saja, untuk tahun anggaran 2016 pemerintah daerah setempat telah anggarkan sebanyak 8 milyar (Papua Post Nabire, 06 April 2016). Tentu tidak mengherankan jika kabupaten yang telah memiliki Bupati definitif seperti Pegunungan Bintang mendapat anggaran yang begitu besar. 
Sikap seorang Bupati yang pandai “membual” lewat berbagai pernyataan di media massa, tentu harus dipertanggung jawabkan. Jika tak punya niat baik, atau tidak serius dalam meningkatkan kualistas SDM, termasuk membantu pemuda dan mahasiswa di berbagai kota studi di Indonesia, maka tak harus berkomentar sembarang. Pernyataan yang tak benar di media massa tentu menjadi bumerang bagi Bupati sendiri, juga untuk jenjang karirnya dikemudian hari. 
Lebih baik diam dan bekerja, dan menunjukan fakta kerja di lapangan, dari pada memberikan berbagai pernyataan, tapi tidak sesuai dengan fakta dilapangan. Ini tentu menunjukan siapa seorang Bupati, dan sejauh mana integritas yang dimiliki. Memang benar, bahwa genap satu tahun memerintah, tapi perlu diingat juga, satu tahun bukan merupakan waktu yang singkat untuk memaksimalkan semua sektor, secara khusus sektor pendidikan. 

“Hanya Sumber Daya Manusia yang Terampil dan Produktif dapat Menjawab Tantangan dan Menyelesaikan Masalah” (B.J, Habibie).


Tidak ada komentar: