REFLEKSI SATU TAHUN MASA
KEPEMIMPINAN BUPATI DAN WAKIL BUPATI KABUPATEN PEGUNUNGAN BINTANG PERIODE 2015-2020 KHUSUS
PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA
(Mau Di Bawa Kemana SDM Kabupaten Pegunungan Bintang)
Saya lahir dan
dibesarkan di Pegunungan Bintang dan saya adalah orang asli Aplim Apom. Telah
merasakan menjadi orang Pegunungan Bintang, dan merasa memiliki kota ini.
Sebagai kaum muda yang peduli pada kota ini, saya merasa terpanggil untuk
menulis sebuah catatan.
Catatan ini sebagai bentuk dukungan moril saya pada kepemimpinan Bupati dan
Wakil bupati yang telah dilantik sejak 17 Pebruari 2016 silam berarti sudah 1
tahun. Pada bagian pertama dari catatan ini adalah terkait sektor pendidikan.
Bagaimana kebijakan kongkrit Bupati dalam peningkatan Sumber Daya Manusia
(SDM), salah satunya perhatian terhadap mahasiswa-mahasiswi asal Pegunungan
Bintang yang sedang mengenyam studi di berbagai kota baik di Papua maupun luar
Papua.
Tekad dan Komitmen
Bupati
Bupati kabupaten pegunungan bintang, dengan mengusung tema “ Gerakan
perubahan” sudah tepat untuk ingin mengubah Pegunungan Bintang tetapi kenyataan
di lapangan tidak sesuai dengan tema tersebut. Banyak orang kecewa termasuk
para PNS yang bekerja di seluruh SKPD kabupaten Pegunungan Bintang. Beberapa
kesempatan Bupati membeberkan sejumlah perkataan dan perbuatan yang sudah
mengecewakan semua kalangan. Salah satunya adalah pada saat pertemuan dengan
perwakilan mahasiswa, Bupati menyatakan bahwa “ orang nomor satu di bumi Aplim
Apom adalah saya dan di atas saya adalah Tuhan Allah” (baca, pertemuan
perwakilan mahasiswa dan Pemda di ruang pertemuan Bupati, 14 April 2016). Juga
dalam beberapa media maupun kesempatan yang sama katanya “Secara khusus kepada
anak-anak muda di sekolah, di kampus, di jalanan, di terminal, di rumah,
ketahuilah bahwa manusia dan bangsa-bangsa hanya dapat dibentuk selagi muda.
Mereka tidak dapat diperbaiki lagi sesudah menjadi tua. Jadilah pelopor, bukan
pengekor! Pemuda hendaknya tampil sebagai agen perubahan, minimal untuk pribadi
Anda. Itu adalah tantangan Anda dan kita bersama untuk membangun kabupaten ini
(Pegunungan Bintang) dan secara umum Papua.”
Dari kutipan pernyataan di atas, saya melihat paling tidak bupati ingin
menyampaikan beberapa hal, pertama; saya (Costan Oktemka) menjadi Bupati
Pegunungan Bintang bukan untuk mencari harta kekayaan (secara tidak langsung
berikan pernyataan tegas bahwa tidak akan melakukan tindakan korupsi), kedua;
Papua, secara khusus Pegunungan Bintang dapat dibangun oleh orang-orang muda
(baca: pemuda dan mahasiswa) yang memiliki SDM yang handal, ketiga; pemuda
dan mahasiswa dimanapun berada harus belajar dengan sungguh-sungguh, agar
kedepannya dapat berpartisipasi dalam membangun Pegunungan Bintang, keempat;
dengan belajar sungguh-sungguh, pemuda dan mahasiswa tentu mampu menjawab
tantangan untuk Papua, dan Pegunungan Bintang secara khusus dikemudian harinya.
Saya kira sebuah pernyataan yang sangat baik, dan patut diacungkan jempol.
Paling tidak bupati Pegunungan Bintang sudah menunjukan kemauan besar komitmen,
tekad, serta kesungguhannya dalam membangun Pegunungan Bintang khususnya
meningkatkan kecerdasan atau memajukan kualitas SDM masyarakat Pegunungan
Bintang, khususnya lagi bagi pemuda dan mahasiswa.
Dalam program pembangunan lima tahun ke depan Kabupaten Pegunungan Bintang,
sektor pendidikan mendapat perhatian yang cukup. Pada berbagai media massa
bupati Pegunungan Bintang menyatakan hal itu. Juga komitmen dirinya dalam
peningkatan SDM masyarakat Pegunungan Bintang. Memang harus demikian, bahwa
pendidikan perlu mendapat perhatian yang ekstra serius, karena ia tentu akan
ikut mencerdaskan kehidupan bangsa, juga masyarakat Pegunungan Bintang.
Kontras dengan
Pernyataan
Tetapi, bagaimana jika pernyataan bupati Pegunungan Bintang di media, juga
dalam berbagai pertemuan kontras dengan realitas di lapangan. Apakah seorang
bupati telah berbohong? Humbar janji? Atau justru membangun opini publik agar
ia dianggap peduli, dan juga memperhatikan sektor pendidikan? Kita akan lihat
sama-sama apa yang kontras, dan sudah harus menjadi perhatian Bupati secepat
mungkin.
Saya akan menunjukan beberapa fakta yang tentu dapat mengantarkan kita
untuk pertanyakan komitmen dan tekad Bupati Pegunungan Bintang khususnya dalam
sektor pendidikan, dan komitmennya dalam memajukan SDM Pegunungan Bintang,
khususnya lagi perhatian Bupati untuk pemuda dan mahasiswa asal Pegunungan
Bintang di berbagai kota studi.
Hampir semua Bupati baik definitiv maupun karateker di wilayah Papua Tengah
seperti Paniai, Dogiyai, Deiyai, dan Intan Jaya, puncak Jaya, Yahukimo, dll
telah menunjukan tekad dan komitmen mereka dalam meningkat kualitas SDM. Mereka
juga secara serius memperhatikan, dan juga memenuhi kebutuhan
mahasiswa-mahasiswi mereka diberbagai kota studi termasuk di pulau Jawa, Bali,
Sulawesi, Kalimantan dan Sumatera. Kebijakan setiap kepala daerah tersebut
benar-benar menjawab kebutuhan pendidikan untuk daerah, juga untuk pemuda dan mahasiswa
mereka.
Komitmen keenam kepala daerah (baca: Bupati) di daerah-daerah tersebut di
atas sudah terbukti, ketika mereka
mengirim team (baik dari pemerintah, juga legislatif) untuk mengunjungi seiap
mahasiswa. Tujuan utama adalah memberikan dana akhir studi bagi mahasiswa
semester akhir, mengurusi pemondokan (asrama mahasiswa atau kontrakan) serta
memberikan dana pengembangan organisasi.
Salah satu contoh adalah Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Intan Jaya. Bupati
Maximus Zonggonau bersama ketua DPRD, Manfred Sondegau, juga anggota DPRD yang
membidangi pendidikan, kepala bagian kesejahteraan sosial, beserta bendahara
daerah telah mengunjungi mahasiswa mereka di hampir semua daerah, juga termasuk
di Jawa dan Bali. Mereka berhasil mendata nama-nama seluruh mahasiswa. Dan
sekembalinya dari pendataan, biaya pemondokan, juga biaya pendidikan kepada
tiap mahasiswa telah dikirimkan melalui nomor rekening. Cara ini dianggap cukup
berhasil, walaupun kabar yang saya dapat, hanya baru 30% yang terealisasikan.
Pemda Dogiyai, Deiyai, yahukimo, puncak jaya dan Paniai juga melakukan cara
yang sama. Telah mendatangi, melihat, serta langsung memenuhi kebutuhan tiap
mahasiswa di setiap wilayah. Dengan kunjungan seperti itu, paling tidak
mahasiswa telah merasakan benar-benar diperhatikan oleh Bupati, juga secara
umum oleh Pemda. Tanggung jawab pemerintah daerah memang benar-benar harus di
wujud nyatakan dengan tindakan kongkrit. Sebab, pemuda dan mahasiswa merupakan
tulang punggung kemajuan sebuah daerah, yang tentu harus mendapatkan perhatian
dan pembinaan.
Bagaimana
Dengan Pegunungan Bintang?
Nah, sekarang bagaimana dengan Kabupaten Pegunungan Bintang? Apakah bupati
Pegunungan Bintang melakukan kebijakan yang sama dengan cara yang dilakukan
beberapa Bupati yang telah disebutkan di atas? Atau juga ikut berpartisipasi
dalam mendukung peningkatan kualitas SDM untuk kaum pemuda dan mahasiswa asal
Kabupaten Pegunungan Bintang di setiap wilayah Indonesia? Jawabannya, sampai
saat ini tidak ada dana pendidikan yang sampai pada mahasiswa bahkan dengar
kabar terakhir bahwa anggaran pendidikan yang kelihatan sebanyak 16 milyar di
bagi dua yaitu, 10 milyar akan dialihkan ke 277 desa di Pegunungan Bintang, dan
6 milyar di peruntukan untuk mahasiswa yang mempunyai nilai akademisnya baik.
Diperparah lagi dengan kebijakan Bupati Pegunungan Bintang bahwa seluruh
mahasiswa Pegunungan Bintang di seluruh Indonesia kembalikan kepada orang tua.
Sementara Kabupaten Pegunungan Bintang baru berumur 14 tahun, dengan ini secara
umum Kabupaten Pegunungan Bintang masih jauh tertinggal dan terendah di semua
aspek termasuk penyiapan SDM.
Pertanyaannya, kemana larinya anggaran pendidikan dari semua sumber yang ada?
Kabarnya, hingga genap satu tahun masa kepemimpinan Bupati Kabupaten Pegunungan
Bintang ini tak nampak. Hampir semua mahasiswa asal Pegunungan Bintang baik
yang berada di Papua juga di Jawa dan Bali terus mempertanyakan anggaran
pendidikan tersebut, khususnya alokasi untuk pendidikan. Juga menagih “sebuah
janji” terkait komitmen dan tekad dalam meningkatkan SDM masyarakat Pegunungan
Bintang yang telah digembar-gemborkan Bupati Pegunungan Bintang saat ini.
Padahal, kalau mau diamati lebih lanjut, Kabupaten Pegunungan Bintang adalah
satu angkatan dengan Intan Jaya, Dogiyai, dan juga Deiyai. Pegunungan Bintang
mendapat porsi anggaran yang lebih besar di seluruh kabupaten kota di propinsi
papua. Termasuk dana untuk peningkatan SDM di sektor pendidikan.
Ini tentu menjadi
pertanyaan besar untuk Bupati Pegunungan Bintang? Kenapa bisa demikian? Apakah
memang dana pendidikan Pegunungan Bintang tidak ada? Atau telah
dialokasikan tetapi tidak tepat pada sasaran? Atau telah dialokasikan, tetapi
disalurkan dengan bentuk dan cara yang berbeda? Saya sendiri tak mau menduga
secara asal-asalan. Tetapi paling tidak Bupati harus memberikan penjelasan,
juga pernyataan terkait hal ini. Hanya seorang Bupati yang bisa menjelaskan
semuanya, apalagi saat ini Bupati memiliki kewenangan (kekuasaan) tertinggi
melebihi kewenangan kepala dinas pendidikan sekalipun.
Kondisi mahasiswa asal Pegunungan Bintang di berbagai kota studi baik di
Papua maupun Jawa dan Bali saat ini seperti anak ayam kehilangan induk. Bingung
kepada siapa harus berharap, juga kepada siapa harus bertanya. Bahkan yang
lebih miris lagi, hampir semua mahasiswa asal Pegunungan Bintang menumpang
tinggal di setiap kontrakan atau asrama dari pemda Paniai, Dogiyai, Deiya, atau
Intan Jaya. Tentu ini sebuah fakta yang sangat menggenaskan.
Anggaran Pendidikan
Dari salah satu sumber terpercaya menyatakan bahwa jumlah dana pendidikan
yang telah dianggarkan untuk Pegunungan Bintang di tahun 2017 adalah 16 milyar.
Ini tentu tidak mengherankan, sebab misalkan Kabupaten Dogiyai saja, untuk
tahun anggaran 2016 pemerintah daerah setempat telah anggarkan sebanyak 8
milyar (Papua Post Nabire, 06
April 2016). Tentu tidak mengherankan jika kabupaten yang telah memiliki
Bupati definitif seperti Pegunungan Bintang mendapat anggaran yang begitu
besar.
Sikap seorang Bupati yang pandai “membual” lewat berbagai pernyataan di
media massa, tentu harus dipertanggung jawabkan. Jika tak punya niat baik, atau
tidak serius dalam meningkatkan kualistas SDM, termasuk membantu pemuda dan
mahasiswa di berbagai kota studi di Indonesia, maka tak harus berkomentar
sembarang. Pernyataan yang tak benar di media massa tentu menjadi bumerang bagi
Bupati sendiri, juga untuk jenjang karirnya dikemudian hari.
Lebih baik diam dan bekerja, dan menunjukan fakta kerja di lapangan, dari
pada memberikan berbagai pernyataan, tapi tidak sesuai dengan fakta dilapangan.
Ini tentu menunjukan siapa seorang Bupati, dan sejauh mana integritas yang
dimiliki. Memang benar, bahwa genap satu tahun memerintah, tapi perlu diingat
juga, satu tahun bukan merupakan waktu yang singkat untuk memaksimalkan semua
sektor, secara khusus sektor pendidikan.
“Hanya Sumber Daya Manusia yang Terampil
dan Produktif dapat Menjawab Tantangan dan Menyelesaikan Masalah” (B.J,
Habibie).